Cara Menghadapi Tantangan Revolusi Industri 4.0
Cara Menghadapi Tantangan Revolusi Industri 4.0 – Jakarta, 10 Agustus 2023 – Hadirnya revolusi industri 4.0 telah mengubah banyak hal di berbagai sektor, yang semula banyak tenaga kerja yang dituntut untuk mengelola pekerjaan, kini tergantikan dengan pemanfaatan teknik mesin.
Revolusi Industri 4.0, juga dikenal sebagai Sistem Cyber-Fisik, yang muncul pada abad ke-21, merupakan revolusi yang berfokus pada otomatisasi dan kolaborasi antar teknologi internet. Tren utamanya adalah integrasi teknologi informasi dan komunikasi ke dalam sektor industri.
Cara Menghadapi Tantangan Revolusi Industri 4.0
Jargon “Industri 4.0” pertama kali digunakan pada World Economic Forum (WEF) pada tahun 2015 oleh Kanselir Jerman Angela Merkel dan “pendiri” WEF Klaus Schwab yang meyakini bahwa dunia kini telah memasuki Industri 4.0. atau disebut sistem cyber-fisik industri.
Ekspansi Pemasaran Umkm Di Era Revolusi Industri 4.0
Memasuki Industri 4.0 merupakan kemajuan teknologi informasi yang mempunyai potensi disruptif yang memberikan dampak signifikan terhadap model bisnis dan organisasi industri, mulai dari proses manufaktur hingga distribusi barang ke pelanggan.
Schlechtendahl et al. (2015) mendefinisikan revolusi industri yang menekankan pada unsur kecepatan dalam ketersediaan informasi, yaitu lingkungan industri di mana seluruh perusahaan selalu terhubung dan dapat mengakses perbedaan di antara mereka.
Untuk menyongsong era industri 4.0, perlu dikaji 6 penggerak produksi yaitu dinamika dan inovasi teknologi, sumber daya manusia, perdagangan dan investasi internasional, struktur manajemen, material berkelanjutan, dan metode penerapannya.
Saat ini, posisi Indonesia menyongsong Industri 4.0 dinilai masih berada pada tahap lahir (generasi baru) dan lemah dalam beradaptasi dengan era teknologi 4.0.
Sudah Siapkah Menghadapi Revolusi Industri 4.0?
Dalam hal dinamisme teknologi dan inovasi, pengeluaran penelitian dan pengembangan (Litbang) Indonesia hanya sekitar 0,1 persen dari PDB, atau sekitar US$2.130,3 miliar menggunakan perhitungan paritas PDB Art Yasa, menurut Institut Statistik UNESCO. Belanja penelitian dan pengembangan di Indonesia adalah 25,68 persen oleh dunia usaha, 39,4 persen oleh pemerintah, dan 34,92 persen oleh universitas. Jumlah penelitinya sangat sedikit, sekitar 89 orang per 1 juta penduduk.
Jumlah ini sangat rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, yang mengalokasikan belanja penelitian dan pengembangan masing-masing sebesar 1,3 persen dan 2,2 persen dari PDB, dan sebagian besar dibelanjakan pada sektor bisnis.
Dari sudut pandang ini, tampaknya jika ingin memilikinya, Anda harus bekerja keras dengan tindakan kebijakan yang dipimpin pemerintah sebagai katalis perubahan dan katalis untuk mendukung pertumbuhan penelitian dan pengembangan untuk kesiapan teknis dan inovasi. .
Dalam laporannya, R&D World mencatat Indonesia menjadi negara dengan rasio anggaran riset terhadap PDB terendah, yakni hanya 0,24 persen pada tahun 2022. Rasio perkembangan ilmu pengetahuan terhadap PDB bervariasi dari satu negara ke negara lain, dari yang tertinggi sebesar 4,8 persen (Israel) hingga yang terendah sebesar 0,24 persen (Indonesia) untuk 40 negara yang diteliti.
Kompleksitas Revolusi Industri 4.0 Dalam Bidang Kesehatan
Menurut OECD, sekitar 27 persen siswa Indonesia memiliki kemampuan membaca 1b, yaitu tingkat di mana siswa dapat memecahkan masalah sederhana untuk memahami teks, seperti mengumpulkan informasi yang membuat sebuah cerita dapat dimengerti, seperti dari judul artikel sederhana dan ruang lingkupnya. dari daftar sederhana.
Mereka menunjukkan kemahiran dalam banyak keterampilan kecil dan aspek dasar membaca, seperti pemahaman kalimat, namun tidak mampu mensintesis dan menerapkan keterampilan ini pada teks yang panjang atau membuat keputusan sederhana.
Pada bidang matematika, sekitar 71 persen siswa tidak mencapai tingkat kemahiran minimum matematika. Artinya masih banyak siswa Indonesia yang dihadapkan pada situasi yang mengharuskan mereka menyelesaikan masalah dengan menggunakan matematika. Mereka seringkali tidak dapat mengerjakan soal matematika yang tidak menggunakan bilangan bulat, atau soal yang tidak memiliki petunjuk yang jelas atau tidak mereka pahami dengan baik.
Di bidang sains, 35 persen pelajar Indonesia masih berada pada tingkat mahir 1a, sedangkan 17 persen berada pada tingkat lebih rendah. Tingkat kemahiran 1a mengacu pada kemampuan siswa untuk menggunakan materi umum dan pengetahuan metodologis untuk memahami atau menjelaskan fenomena ilmiah sederhana secara berbeda.
Tantangan Industri 4.0
Dengan dukungan bantuan, mereka dapat memulai penelitian ilmiah yang sebagian besar menggunakan dua variabel, misalnya variabel masukan dan variabel keluaran. Mereka dapat membedakan hubungan dan atribut sederhana serta menafsirkan data grafis dan visual, yang memerlukan keterampilan kognitif minimal. Siswa level 1a dapat memilih penjelasan ilmiah terbaik atas data yang disajikan dalam konteks yang lebih luas.
Sejauh ini kualitas sumber daya manusia di Indonesia masih rendah. Data BPS menunjukkan angkatan kerja Indonesia masih didominasi oleh mereka yang tamat SD ke bawah (tidak bersekolah/tidak pernah bersekolah/tidak tamat SD/tamat SD), sebesar 39,10 persen (Februari 2022). 18,23% pekerja berpendidikan menengah, 18,23% berpendidikan menengah, 11,95% berpendidikan vokasi.
Saat ini angkatan kerja yang bergelar I/II/III dan berpendidikan tinggi hanya 12,6 persen (BPS, 2022). Tentu saja salah satu hal terpenting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan dan pelatihan yang mampu beradaptasi dengan perubahan sosial di masyarakat.
Data pengangguran berdasarkan pendidikan baru SMK 10,38 persen (Februari 2022). Tingkat pengangguran bagi mereka yang tamat SD atau kurang sebesar 3,09 persen, SMA 5,61 persen, dan SMA 8,35 persen. Saat ini tingkat pengangguran sebesar 6,09 persen dan tingkat pengangguran sebesar 6,17 persen (BPS, 2022).
Dalam Perencanaan Karier Di Era Industri 4.0, Sangat Penting Untuk Menentukan Passion Yang Tepat
Untuk perdagangan dan investasi internasional, Indonesia harus memperbanyak jumlah mitra dagangnya. Mitra dagang fokus pada negara-negara ASEAN dengan pangsa 21,51 persen, disusul Tiongkok 15,14 persen, Amerika Serikat 10,79 persen, Uni Eropa 10,58 persen, Jepang 10,23 persen, dan selebihnya negara lain.
Perlu diciptakan struktur antar perusahaan untuk menyelesaikan tugas-tugas kompleks di era Industri 4.0 yang penuh persaingan dan perubahan antar sektor yang cepat. Menjamin keberlanjutan sumber daya khususnya energi memerlukan upaya dan kemauan politik dengan latar belakang status bahan baku sebagai barang berorientasi ekspor.
Potensi energi non-fosil seperti panas bumi, pembangkit listrik tenaga air, dan energi surya sangat tersedia di Indonesia, namun tidak ada kemauan politik dan peluang strategis untuk mengubah penggunaan listrik, kita tidak bisa menghasilkan sumber daya yang berkelanjutan di mana pun.
Menariknya, karena jumlah penduduk yang besar, kita belum bisa memanfaatkan pasar dalam negeri. Apabila pasar dalam negeri mampu menampung produksi dalam negeri, maka akan tercipta skala produksi yang besar sehingga berdampak pada rendahnya biaya produksi dan harga yang mampu bersaing dengan produk luar negeri.
5 Skill Wajib Hadapi Tantangan Global Dan Revolusi Industri 4.0
Perubahan selera konsumen terhadap barang-barang rumah tangga dan kemampuan penawaran rumah untuk menarik pembeli rumah memerlukan upaya lebih. Peran pemerintah sebagai fasilitator dan pendukung sektor industri serta katalis perubahan selera konsumen harus jelas.
Di antara 6 sektor penggerak terlemah, Indonesia dinilai berhasil dalam pertumbuhan bisnis digital. Pertumbuhan bisnis digital (e-commerce) tercatat sebesar 49 persen per tahun, tertinggi di ASEAN. Perputaran perekonomian tercatat sebesar 394 triliun rupiah yang merupakan modal besar untuk mencapai era industri 4.0. Namun hal tersebut belum cukup karena pengelolaan bisnis digital hanya dilakukan di area pengguna aplikasi saja.
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, jumlah pengguna Internet di India mencapai 82 juta orang, dan pencapaian tersebut membawa Indonesia menduduki peringkat ke-8 dunia. Dari total jumlah pengguna internet, 80 persennya adalah remaja berusia 15-19 tahun. Berdasarkan jumlah pengguna Facebook, Indonesia menempati peringkat keempat dunia.
Ada banyak area peta jalan yang bisa segera dilaksanakan jika pemerintah kuat, seperti poin 1, 2, 5, 8 dan 10. S, poin 3, 4, 6, 7 dan 9, kecuali uangnya banyak diperlukan. 6 syarat driver tersebut memerlukan proses yang panjang.
Hadapi Revolusi Industri 4.0, Jangan Hilangkan Sifat Kemanusiaan
Berbicara teori refleksi dan peta jalan, nampaknya Indonesia masih lemah dalam beradaptasi di era Industri 4.0. Perubahan revolusioner yang nyata harus terjadi dimana-mana. Dalam situasi seperti ini, Indonesia harusnya bisa memasuki era industri 4.0, walaupun besar kemungkinan tingkat industri kita masih berada di industri 3.0 karena ekspor kita sebagian besar terdiri dari bahan mentah. Di sisi lain, strategi industri dikelola secara simultan melalui berbagai tingkat industri di Indonesia, dan tidak hanya berfokus pada Industri 4.0. Hal ini dilakukan untuk lebih mencapai strategi dan tujuan, tidak melupakan posisi dan situasi kita saat ini. Revolusi industri 4.0 seharusnya mengubah sifat dunia industri dari penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mekanik. Perubahan ini akan disertai dengan konvergensi teknologi Internet dan otomasi. Tren ini telah mengubah perilaku masyarakat, karena lebih mudah menghasilkan uang secara luas dan cerdas. Selama ini perubahan kehidupan pasca revolusi 4.0 sangat memberikan manfaat bagi masyarakat di segala bidang, terutama di bidang perekonomian.
Terobosan teknologi merupakan salah satu ciri revolusi industri 4.0. Terbukti perubahan industri memakan banyak korban dan keuangan perusahaan-perusahaan yang dianggap besar dan berkuasa. Hal ini karena sangat sedikit perusahaan yang memiliki sistem teknologi canggih di segala bidang, seperti komputasi kuantum, teknologi internet, printer 3D, dan lain-lain.
Ada juga perusahaan yang menyentuh dunia gene editing, bioteknologi, robot cerdas, pengembangan neuroteknologi, dll. Oleh karena itu, revolusi industri 4.0 mengusung semboyan “Yang cepat bisa memakan yang lambat”. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak perusahaan yang baru memulai aktivitasnya, namun mampu bersaing dengan perusahaan besar.
Milenial, juga dikenal sebagai Generasi Y, adalah kelompok demografis di setiap generasi. Mereka yang lahir di tahun-tahun ini harus siap “menyambut” revolusi industri 4.0. karena itu sangat penting